Minggu, 10 Maret 2013

Puisi

SENANDUNG HUTAN BAKAU

Perasaan desa bakau menanggapi undangan badai air mata
Hamparan dini hari, gemetaran bersamaan merapikan diri menyelesaikan kegundahan
Memberi waktu masalah bermain-main pasir lebih jauh ke daratan
Camar migrasi dari nyaman menuju barat
Oh...lagi-lagi dahan kelapa melambai-lambai bencana
Kurang pahamkah nanti gaib menyerbu orang-orang mengangkatnya ke langit
Mengubah rumah jadi tanah, di sana-sini membuat ubah
Para bakau mengupayakan apa, untuk ini mereka bekukan urat nadi
Seyogyanya kami dipandu kalian menghadapi mereka
Tiada kawan kami melawan sendirian


                                                            (2013)




DUDUK-DUDUK SORE-SORE AKAN MALAM

Di antara sela-sela daun putri malu melekat liar-liar kapuk
menggeruskan perhatian belalang sembah di pohon kemangi

layaknya anugerah kau selipkan di benak-benak akar sukar
tampak kepadaku berkata-kata semaunya
padahal sudah kudengar harapan dari bulir air embun
terkait maksudmu mendekati impian di roda-roda pedati itu
Masih kau kejar sebab tahu keterlambatan belum tampak dari kejauhan
merapat kembali ke batang-batang waru menyembunyikan diri
takut ada yang mengenal lalu menahanmu
Punguk mengawasi dipenuhi suara emprit gantil lancang memanggil-manggil
menggoda dan lekas sore  pasti mengerubungi detak dada tidak teratur
mengombang-ambingkan saja dan ku tahu alasan mengapa tiap malam
kau buru-buru menjabat  kantuk, meminum doa-doa bagi penjaga
penghalau bidadari-bidadari kelam yang gemar
makan daging haram penghirup asap neraka
Jujurlah pada hutan, hidangan apa sementara ini
kurang cukup mungkin maka bicaralah
jangan paksakan aku menerka, ku mau dengar suaramu
ku buatkan sudah bangku untukmu, berbahan sama dengan yang lain


                                                            (2013)
 








Tidak ada komentar:

Posting Komentar